MENGANALISIS KARYA SENI & RUPA DALAM SEMIOTIKA


KAJIAN SEMIOTIKA KARTUN KOMIK MICE DALAM BUKU INDONESIA BANGET 2


Pendahuluan : 

    Cerita humor yang berjudul "Kartun Mice Dalam Buku Indonesia Banget 2" Secara keseluruhan isi cerita tentang melihat peristiwa, perilaku, kejadian masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, apa adanya sesuai dengan keadaan di lapangan secara aktual. Perilaku yang diceritakan adalah perilaku yang berstigma negatif. Hal ini tentunya menjadi kontradiktif, mengingat tidak semua perilaku masyarakat berstigma negatif. Hal ini dapat dikatakan bahwa ada faktor yang membuat mengapa masyarakat cenderung tertarik dan menyukai kartun komik dengan tanda (visual, verbal) dan gaya ceritanya yang seperti itu. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan membahas bagaimana makna humor tersaji pada tanda (visual, verbal) kartun komik dapat diketahui melalui pendekatan semiotika (strukturalisme dan poststrukturalisme).

    Penelitian ini difokuskan pada kartun komik Mice berjenis kartun monolog, dengan topik cerita mengenai tren perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Secara lebih spesifik, fokus perhatian pada penelitian ini adalah analisis yang berkaitan dengan bagaimana pengaruh hadirnya handphone dalam kehidupan masyarakat diceritakan pada kartun komik. Alasan pemilihan topik cerita tersebut karena kondisi realitas sekarang, dimana aktivitas masyakarat dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa terlepas dari manfaat ataupun fasilitas yang disediakan oleh handphone. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika, karena pemaknaan tanda dibangun oleh pengetahuan yang terbuka bagi aneka interpretasi. Harapannya hasil kajian ini dapat dijadikan sebagai masukan, kritik agar sebuah karya desain pada khususnya kartun komik dapat menjadi produk yang bermanfaat untuk memecahkan masalah.

Isi :

1. Teori : Semiotika Strukturalisme dan Semiotika Post-Strukturalisme (Roland Barthes)

2. Metode Penelitian : 

    Teori semiotika dalam penelitian ini akan digunakan sebagai metode pendekatan untuk menganalisis makna humor kartun komik tersebut. Lebih lanjut, dibandingkan dengan metode analisis lain, metode semiotika lebih memperhatikan bagaimana cara dan makna pesan disampaikan melalui tanda-tandanya. Pengungkapan tanda dan makna dalam penelitian ini akan menggunakan teori semiotika strukturalisme Charles Sanders Pierce dan Ferdinand de Saussure, serta teori semiotika post-strukturalisme Roland Barthes.

    Teori semiotika strukturalisme Peirce, dikenal dengan konsep trikotominya yang terdiri atas representamen, objek (ikon, indeks, simbol) dan interpretant. Konsep tersebut akan digunakan untuk menganalisis tanda visual dan verbal pada objek penelitian. Selanjutnya pada teori semiotika strukturalisme de Saussure dalam konsep langue-parole, enam fungsi komunikasi bahasa (fungsi emotif, konatif, referensial, fatik, metalinguistik, dan puitik) digunakan untuk menganalisis makna verbal pada objek penelitian. Sedangkan dalam teori semiotika post-strukturalisme Barthes digunakan untuk mencari makna konotasi pada objek penelitian yang dikasifikasikan menjadi tiga, yaitu makna perseptif, kognitif, dan etis. 

Pada kartun monolog di atas menyajikan topik cerita tentang keterbukaan. Topik mengenai keterbukaan dalam kartun komik oleh pembuat komik diceritakan 2 panel yang menyatakan adegan ke adegan, dimana masing-masing panel ceritanya saling berkaitan satu sama lain. Karena jenis kartunnya monolog, tokoh utama yang berperan menceritakan topik ini adalah si Mice sendiri. Sebagai tokoh pendamping untuk mendukung penceritaan komik adalah adanya ilustrasi seorang wanita yang berpakaian minimalis yang  menjadi pusat perhatian orang disekitarnya, selain itu, topik yang dibicarakan menceritakan bahwa beberapa hari yang lalu, adegan si Mice menerima sebuah sms dari nomor yang tidak kenal untuk menawarkan promosi kacamata tembus pandang.

Objeknya ada berupa amatan pas penggambaran ikon handphone yang terkesan mungil dan mudah digenggam jika dikaitkan dengan topik keterbukaan juga mengandung makna konotasi perseptif. Terlebih dengan hadirnya konektifitas jaringan 3,5G serta dukungan wifi, mampu memanjakan penggunanya untuk mengakses informasi di internet kapanpun, dimanapun hanya dalam genggaman.

Lalu ada ikon tangan si Mice yang digambarkan oleh si pembuat komik menggunakan teknik stilasi dengan penambahan arsir dan value, pada sudut pandang high angle, serta ukuran gambar very close up tentu bukan tanpa alasan. Ikon tersebut dibuat untuk menciptakan indeks antensi dan keterbacaan tanda visual dan verbalnya. Teknik stilasi digunakan agar tanda visual terlihat sederhana dan mudah dimengerti oleh pembacanya. Sedangkan penggunaan sudut pandang high angle dan ukuran gambar very close up tentu saja diberikan untuk menciptakan atensi pada tanda verbal yang terdapat pada layar handphone mengenai isi sms blast kacamata tembus pandang untuk para pembaca.

Selanjutnya pada tanda verbal, cerita keterbukaan dibuka oleh teks yang terdapat pada caption yang berbunyi “Beberapa hari yg lalu terima SMS begini....”. Penebalan kata sms mempunyai fungsi referensial, untuk memberikan sebuah penekanan dan pendukung informasi tanda visual yang sudah dijelaskan sebelumnya. Penebalan kata sms juga untuk mendukung tanda visual bagaimana isi pesan yang masuk pada gawainya. Hal ini ditunjukkan lewat visualisasi teks  sms yang ditulis dengan huruf sans serif dengan font digital, yang dapat dipersepsikan bahwa teks tidak ditulis manual. 

Dapat dilihat dari kata ‘tembus pandang’ yang di maksud adalah pandangan kacamata bisa menembus berbagai material, mulai dari kain, kaos, hingga tembok. Terbukti bahwa dari kata "tembus pandang" tidak masuk akal, yang berarti informasi tersebut palsu untuk menyasar dan menipu orang-orang agar  tertarik dan ingin memiliki alat tersebut. Dan dapat diartikan sebagai makna konotasi kognitif bahwa di era keterbukaan banyak sekali informasi palsu atau yang biasa disebut dengan hoax beredar di masyakarat. 

Penutup :

kesimpulan dari objek yang didapat adalah tanda dan makna humor yang disajikan berdasarkan tiga faktor untuk membangun kedekatan antara kartun komik dengan pembacanya meskipun ceritanya berisi perilaku negatif. Faktor pertama adalah cerita disampaikan melalui simbol metafora pada elemen tanda yang digunakan sebagai rangsangan untuk menciptakan kelucuan. Faktor kedua adalah visualisasi dan makna humor dihadirkan melalui bentuk cerita yang bersinggungan langsung dengan fakta empiris yang dialami masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mampu membangkitkan perasaan emosional khalayak. Sedangkan faktor ketiga adalah visualisasi dan makna humor disajikan dengan gaya bahasa yang sederhana, mudah dimengerti dan dipahami. 


Lisda Pramesty (202046500297) - R4E


  

Komentar

Postingan Populer